The Queen's Gambit: Catur Juga Bisa Cantik dan Elegan


Anya Taylor-Joy membintangi serial original Netflix berjudul The Queen's Gambit yang diadaptasi dari sebuah novel karangan Walter Tevis. The Queen's Gambit distradarai oleh Scott Frank yang sebelumnya juga sutradara film Logan, Godless, dan A Walk Among The Tombstones.  

Film dan novelnya, bercerita tentang gadis yatim-piatu bernama Elizabeth Harmon (Beth) yang jago bermain catur sejak berusia 9 tahun. Berlatar di tahun 1960-an, masa-masa permainan catur menarik perhatian publik, dan orang-orang yang pandai memainkan catur dilihat sebagai primadona. Bisa dibayangkan, kemunculan seorang anak perempuan yang mampu menjuarai turnamen catur lokal, menjadi berita di semua media cetak dan berita nasional, sebab di masa tersebut, patriarki sangatlah kuat. 



Kisah yang dipaparkan dalam film ini lebih menyorot kehidupan karakter Beth, tentang dia sebagai anak yatim-piatu, pertama kali mengenal catur di basement panti asuhan, dan bagaimana dia menjadi primadona selagi bertarung melawan kecanduan obat-obat penenang dan alkohol. 

Penampilan Anya Taylor-Joy memerankan karakter Beth patut penerima pujian, atau bahkan nominasi penghargaan. Berdasarkan interview dengan Associated Press, Anya bercerita mengenai kolaborasinya bersama sang sutradara; ada masa dimana Beth mencoba berbagai gaya fashion, mencoba mencari gaya seperti apa yang cocok untuknya, sama halnya dengan gaya rambut dan make-up. "Aku bisa membuat cara Beth berjalan berbeda saat dia berusia 15 tahun dan saat dia menginjak usia 20 tahun. Itu semua cerita-cerita kecil yang kami coba sematkan di dalam film melalui gerak-gerik kecil karakter Beth," ungkap Anya

Memiliki masa lalu yang kelam, menyaksikan kematian ibunya dalam sebuah kecelakaan, Beth tumbuh dengan kecenderungan menyabotase hidupnya sendiri, sebuah sifat yang menjadi penghalang terbesarnya mencapai potensi terbaiknya. Karakter Beth jadi lebih berwarna, mampu membuat penonton bersimpati karena Beth tak menjadi tipikal Mary Sue yang selalu handal dan selalu menang dalam setiap turnamen catur. Ada beberapa masa dimana Beth masih perlu belajar menerima kekalahan dan mendengarkan saran dari orang-orang yang pernah menjadi lawannya. Kadang Beth juga tidak bisa menghadapi masalah emosional seorang diri dan memerlukan semangat dari teman-teman yang ia kumpulkan semasa hidup. Saya sebagai penonton, tertarik mengikuti perjalanan Beth dan ikut berdebar mengharapkan dia akan menang dalam turnamen.

The Queen's Gambit bisa menceritakan perjuangan seorang wanita menjadi pemain catur handal diantara para pria, tak hanya dari sisi fisik, namun juga secara emosional menggamparkan struggle dari karakter Elizabeth Harmon. Walau pun film ini terkesan feminis, tetapi saya pribadi merasa bahwa cerita ini adalah cerita tentang manusia, terlepas dari jenis kelamin dan latar belakang, mencoba meraih impiannya, memberikan yang terbaik yang dia miliki,  dan di saat bersamaan, menemukan keluarga yang ia temukan dalam perjalanan hidupnya.

Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.