Kalau sebelumnya saya membahas tentang cara menulis tokoh utama yang kuat seperti Beth Harmon dalam The Queen’s Gambit, kali ini saya juga ingin memberikan contoh kalau penulisan tokoh pendukung yang baik bisa membangun ceritamu jadi lebih realistis dan mengena ke hati para penonton atau pembaca.
Elemen ini tak selalu terlihat dalam kebanyakan film atau pun game. Contoh-contoh yang berhasil melakukannya, cenderung mendapatkan banyak pujian dari audience mau pun kritik. Misalnya, film Star Wars, atau game The Last Of Us yang pertama. Setiap tokoh pendukung dalam kedua contoh tadi, Han Solo (Star Wars) dan Ellie (The Last of Us), punya penulisan yang bagus, latar belakang yang jelas, walau terkadang perkembangan karakternya masih tertinggal. Kadang perkembangan karakter yang tertinggal bisa dijadikan spin-off, atau bahan sequel.
Mulai dari sini, kalian perlu menonton dulu film Happiest Season di HULU. Karena kalau tidak ditonton, nanti kalian akan kesulitan membaca penjelasan saya selanjutnya. Oh, jangan lupa, dalam artikel ini, pastinya ada bocoran cerita ya.
Setiap Tokoh Pendukung Punya Latar Belakang
Tak lama di awal film, kita diperkenalkan dengan tokoh bernama John, teman Abby, diperankan oleh Dan Levy. Perlu dua kali menonton, bagi saya setidaknya, untuk menyadari kalau John adalah seorang agen literasi. Hal tersebut diungkapkan oleh John melalui sebuah dialog di Cafe, “aku bertanggung jawab atas hidup belasan penulis, aku tak akan punya masalah menjaga hewan peliharaan selama dua hari.”
“Lima hari,” Abby mengoreksi.
“Yeah, lima hari, maksudku,” John buru-buru menyahut.
Tokoh John yang diperankan oleh Dan Levy © Happiest Season, Hulu |
Kalau di Indonesia profesi agen literasi ini masih jarang. Tapi di luar negri, kalau mau mengumpulkan naskah novel ke penerbit besar, biasanya perlu melalui seorang agen literasi, yang kemudian akan menawarkan naskahmu ke penerbit yang tepat.
Kemudian kita berkenalan dengan ibunya Harper, Tipper. Dia seorang istri dari calon walikota. Sebagai istri, dia perlu tampil anggun untuk suaminya, dia perlu menata rumah dengan baik, menyiapkan jamuan untuk para tamu dan sponsor kampanye, kemudian, kita juga diberitahu kalau Tipper memulai akun Instagram untuk memperlihatkan kegiatan suami dan keluarganya dibalik tirai kampanye.
Lalu, tak lama setelahnya, kita bertemu dengan Jane, adik Harper paling kecil. Jane adalah seorang seniman, dia sedang membangun dunia untuk novel fantasi-nya sejak belasan tahun yang lalu. Sama seperti John dan Tipper, latar belakang ini diungkapkan melalui dialog.
Dengan memperhatikan latar belakang tokoh pendukung seperti John, Tipper, dan Jane, kita tahu motivasi dibalik setiap keputusan juga kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing tokoh tersebut. Sedikitnya, kita tahu juga sifat-sifat mereka. John orang yang berusaha bertanggung jawab sebaik mungkin. Tipper adalah penjamu yang ramah dan perfeksionis. Jane adalah tipe tokoh yang nyeleneh dan walau bibirnya tersenyum dia sedang menyembunyikan hati sedihnya. Kira-kira begitu.
Agaknya, dua tokoh lain seperti ayahnya Harper, Ted, dan mantannya Harper, Riley, punya cerita mereka masing-masing. Ted, seorang calon walikota. Tentunya reputasi adalah segala-galanya bagi Ted. Riley, pernah disakiti oleh Harper, sebab Harper takut mengakui kalau dirinya lesbian. Setidaknya, kita jadi tahu kenapa Harper sangat takut coming out pada ayahnya yang mementingkan kesempurnaan dan citra keluarga. Kita pun paham kenapa Riley yang datang menemani Abby dengan senang hati, karena dia pernah merasakan apa yang dirasakan oleh Abby. “I can relate,” ujar Riley pada Abby di pesta jamuan natal di suatu malam.
Punya Keinginan dan Kebutuhannya Sendiri-Sendiri
Ini juga bagian yang saya rasa digambarkan dengan sangat pas oleh film Happiest Season. Setiap tokoh pendukung tidak sekedar menganggur dan hanya memenuhi layar. Tipper punya kesibukan sebagai istri, menyiapkan jamuan natal, dan lain sebagainya. John, dia pun harus bertanggungjawab atas ikan yang dia bunuh secara tak sengaja. Jane rela wira-wiri ke sana kemari membetulkan wi-fi, membantu ibu dan ayahnya mengurus rumah, karena di dasar hatinya dia selalu merasa tersisihkan, tidak se-fancy kakak-kakaknya, Harper dan Alison.
Bukan cuma keinginan dan kebutuhan tokoh utama saja yang penting. Tokoh utama punya tugas untuk menjalankan alur / plot utama cerita, sementara tokoh pendukung, bisa memberikan bumbu-bumbu lain dalam sup plot utama. Tak selamanya audience merasa relate dengan tokoh utama. Maka, tokoh pendukung adalah hook yang efektif untuk menggandeng dan menarik sebanyak mugkin perhatian penonton atau pun pembaca mengikuti alur utama cerita. Seperti bintang-bintang di langit yang ikut menghiasi angkasa selain bulan dan matahari. (Jangan nyanyi!)
Nantinya, di akhir cerita, keinginan dan kebutuhan tokoh pendukung, bisa saling terjalin dengan keinginan dan kebutuhan tokoh utama. Misalnya, John (yang menurutku adalah tokoh pendukung terbaik dalam Happiest Season) perlu lebih peka dengan kesulitan Abby menerima ketidakmampuan Harper untuk coming out ke keluarganya. Dan John adalah tokoh yang mengatakan pada Abby, kalau setiap orang punya cerita coming out mereka sendiri-sendiri. Secara tidak langsung, setelah dia selesai menyelesaikan tanggungjawabnya menggantikan Abby mengurus hewan peliharaan, John berkendara jauh ke tempat temannya, dan menggenapi perannya dalam cerita ini sebagai teman dan sahabat, memberi Abby (tokoh utama) pertolongan dan pengertian yang dibutuhkan di saat yang tepat.
Tipper, ibu Harper, menutup pengakuan dari anak-anaknya yang selama ini tersiksa dengan “kesempurnaan citra” yang ditentukan oleh suaminya, Ted. Dalam sebuah ruangan, dimana hanya ada Ted dan Tipper saja, Tipper mengungkapkan keresahan yang selama ini mengganjal di hatinya, “selama ini kita berusaha menjadi sempurna untukmu, tapi mungkin kita tak tahu apa arti ‘sempurna’ itu. Kita punya seorang anak yang patah hati karena dia takut kita tidak akan sayang lagi padanya. Kita punya anak yang tidak bahagia dalam pernikahan dan takut mengatakannya. Dan Jane... dia baik-baik saja karena kita tidak lagi berusaha mengubahnya.” Tipper menggenapi perannya dalam cerita, memberikan penutup manis dari pesan yang ingin disampaikan oleh cerita Happiest Season sejak awal.
Abby bertemu dengan orang tua Harper, Tipper dan Ted © Happiest Season, Hulu |
Jane, di akhir cerita, berhasil menulis novel yang selama ini dia rancang dengan bantuan John sebagai agen literasinya. Dia juga salah satu contoh tokoh yang menyampaikan interpretasi lain dari pesan film Happiest Season. Kenyamanan Jane menjadi dirinya sendiri, mengungkapkan dengan lantang pada saudara dan orang tuanya, kalau dia juga “sesuatu” walau dia tak sama dengan yang lain. Jane adalah sebagian dari penonton. Seringnya, kita tak selalu disisihkan karena orientasi seksual saja, tapi juga karena kita berusaha menjadi diri sendiri apa adanya; yang tidak fancy, yang suka dengan kesenangan-kesenangan kecil, atau kesibukan-kesibukan remeh.
Kesimpulan
Jadi, demikianlah pembaca yang budiman. Setiap tokoh punya peran, dan setiap peran itu penting bagi alur / plot utama juga. Menulis cerita memang bukan hal mudah, kalau mau ceritanya meninggalkan kesan bagi penikmatnya. Cerita yang bagus juga tidak perlu ide yang hebat-hebat. Cukup yang sederhana namun memberikan perhatian lebih pada hal detail seperti latar belakang, keinginan dan kebutuhan, dari masing-masing tokoh yang ada dalam cerita.
Sepertinya saya tak jemu-jemu menulis tentang film ini. Tapi ada kalanya sebuah film lebih menarik perhatian saya daripada yang lain. Mungkin karena metode penceritaannya yang efektif, entahlah. Ada banyak film lain yang bisa mengajarkanmu tentang cara menulis tokoh pendukung yang kuat selain Happiest Season, tapi untuk contoh kasus kali ini, saya merasa Happiest Season punya contoh-contoh yang valid dan paling mudah untuk dikaji.