Menulis Tokoh Utama Seperti "Beth Harmon" dalam Serial Netflix "The Queen's Gambit"


Kesuksesan mini-seri asli Netflix, The Queen's Gambit, bisa dipelajari. Kekuatan utama dari serial ini ada di tangan tokoh utamanya, Beth Harmon, plot dan alur cerita di gerakkan olehnya. Seperti catur, permainan yang dikuasai oleh Beth. Bagaimana caranya menulis tokoh utama yang kuat, yang bisa membuat penonton berempati, dan ikut merasakan keseruan pertandingan catur? Padahal tidak semua penonton mengerti tentang catur, tapi kita bisa ikut bersorak ketika Beth memenangan pertandingan, atau bersedih ketika Beth kalah.



Punya Kelemahan dan Kelebihan Seperti Manusia Sungguhan

Tokoh yang bagus tidak perlu selalu sempurna, alias tidak punya kekurangan sama sekaali. Menulis tokoh yang bagus adalah menulis tokoh seperti manusia di dunia nyata, punya kekurangan, punya kelebihan. Mirip seperti manusia di dunia nyata.

Kelebihan tokoh Beth Harmon, tentunya sebagai prodigi Catur. Kelebihan ini yang membuat seorang tokoh jauh lebih mencolok daripada tokoh pendukung lain. Dan, kelebihan tokoh ini pula yang membuat penonton atau pembaca tertarik melihat rangkaian kisahnya dibongkar dalam setiap episode.

Untuk membangun ketegangan, tentunya Beth harus punya kekurangan. Dia tidak selalu menang dalam setiap pertandingan. Ada kalanya Beth harus belajar menerima kekalahan. Kita sebagai penonton jadi tahu kalau Beth punya keterbatasan. Pertandingan catur yang akan datang, bisa jadi tidak dimenangkan oleh tokoh utama cerita. Belum lagi, Beth yang selalu diberi nasehat sesat oleh ibunya, kalau dia harus belajar melakukan segalanya sendiri, membuatnya malah mengambil jarak aman, tidak berani meminta pertolongan dari orang lain sampai Benny Watts menawarkan diri untuk menjadi mentor. Inilah faktor yang membangun rasa simpati dan empati antara tokoh fiksi dengan audience.


Apa jadinya kalau si tokoh utama tidak punya kelebihan atau kelemahan seperti manusia sungguhan?

Pernah dengar istilah “Mary Sue”? Mary Sue adalah sebutan atau istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang tokoh yang serba sempurna, tidak punya kekurangan sama sekali. Misalnya, tokoh Captain Marvel dari MCU (Marvel Cinematic Universe). Captain Marvel nyaris tidak punya kekurangan sama sekali. Dia super kuat, tidak bisa dikalahkan. Bahkan, narasi panjang soal si Captain Marvel yang tidak bisa mengendalikan emosi hanya sebatas basa-basi saja. Tanpa perlu belajar mengendalikan emosi, Catpain Marvel tetap saja kuat, pokoknya setiap kali bertarung dia akan menang. Jadinya, tidak ada ketegangan yang berarti sewaktu kita melihat adegan aksi. Kekuatan yang dimilikinya juga menjadi tidak begitu berarti, sebab tidak ada pengorbanan yang mesti dilalui untuk mencapai kemampuan terbaiknya.

Berbeda dengan Beth Harmon yang harus belajar untuk kalah, dan harus belajar tata cara bertanding lebih dulu di episode awal. Beth juga tidak selalu puas dengan kemenangan yang dia dapat, akibat kepercayaan dirinya yang rapuh. Beth sempat terpengaruh oleh kata-kata Benny, sebelum akhirnya jatuh dalam over-thinking dan kalah dalam pertandingan US Open.

Kekurangan Beth, dan prosesnya belajar mengalahkan iblisnya sendiri, merupakan faktor yang penting untuk kita bisa ikut merasakan kemenangan. Kekuatan terbesar Beth, dibuka satu demi satu, seiring dengan perkembangan cerita dan karakternya. 


Punya Keinginan dan Kebutuhan yang Jelas

Keinginan biasanya diketahui dengan jelas oleh si tokoh utama. Beth, ingin menang pertandingan catur, dan mengalahkan Borkov, pemain terbaik asal Rusia. Tapi, kebutuhan biasanya tidak diketahui oleh tokoh. Misalnya, Beth dalam The Queen’s Gambit, tidak tahu kalau dia butuh mengalahkan kecanduannya dan dia butuh teman-temannya kalau mau melanjutkan pertandingan.

Keinginan tokoh akan menggerakkan PLOT/alur cerita. Sementara, kebutuhan si tokoh, akan menjabarkan TEMA. Keinginan tokoh bisa bersifat unik, keinginan Beth (memenangkan pertandingan catur) berbeda dari keinginan tokoh dalam cerita lain, misalnya, Luke Skywalker (ingin mengalahkan Empire). 

Sedangkan, tema cerita bersifat universal, biasanya mengena ke penonton dan bisa sama dengan cerita berjudul lain. Misalnya, tema dari The Queen’s Gambit ini adalah bagaimana Beth Harmon mengalahkan iblis-iblis dalam kepalanya dan keluar sebagai pemenang di akhir cerita. Hampir sama dengan Luke Skywalker dalam film Star Wars.


Apa jadinya bila tokoh utama tidak memiliki keinginan dan kebutuhan yang jelas?

Pastinya, alur cerita akan ngalor-ngidul. Misalnya, film Transformer, setiap tokoh utama punya keinginan yang jelas, menyelamatkan dunia. Plot nya seru, memang, fun. Adegan aksi dan lain sebagainya. Tapi hanya sampai situ saja. Cepat atau lambat, karena tidak punya kebutuhan yang jelas, penonton akan melupakan filmnya setelah sepekan atau dua pekan kemudian.

Sebaliknya, jika tokoh utama tidak memiliki keinginan, hanya kebutuhan, plotnya akan jadi membosankan. Sebab si tokoh utama hanya akan diseret ke sana kemari oleh alur cerita. Mereka tidak akan membuat sebuah keputusan yang berarti. Dia hanya menunggu sesuatu terjadi padanya, sebab dia tak memiliki keinginan yang jelas. Contoh film yang kumaksud adalah Manchester by The Sea.


Kesimpulan

Membangun sebuah cerita yang bersentral pada tokoh utama, diperlukan pembangunan tokoh utama yang bagus. Dan membuat tokoh utama yang bagus, tidak harus membuatnya jadi yang maha sempurna. Kelebihan tokoh utama, membuatnya mencolok dan menarik perhatian penonton. Sementara, kekurangan dari tokoh tersebut, menjadi peluang bagi perkembangan karakter si tokoh utama sepanjang jalannya cerita. 

Keseruan alur cerita ditentukan oleh keinginan si tokoh utama. Sementara, faktor yang mampu membuat sebuah film berkesan di hati penonton adalah tema yang berasal dari kebutuhan si tokoh. Keinginan satu tokoh bisa berbeda dengan keinginan tokoh dalam cerita lain. Namun tema bersifat universal, bahkan bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.


Sebenarnya, saya bisa menjelaskan lebih panjang dari ini, tapi semoga sampai di poin-poin penting yang sudah tersemat, dapat membantu siapa saja yang sedang menuliskan cerita pertamanya. Dan omong-omong, ini juga poin-poin di atas tadi merupakan bahan pertimbangan Moonhill dalam mengulas sebuah film.


Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.