Film animasi garapan studio Pixar berjudul Soul yang seharusnya tayang di
bioskop 2020 lalu, akhirnya bisa kita tonton di Disney+. Dibintangi oleh
Jamie Fox sebagai Joe Gardner dan Tina Fey sebagai 22. Soul bercerita
tentang Joe, seorang guru musik yang sangat ingin menjadi pemain Jazz. Suatu
hari mendapatkan tawaran untuk bermain di klub bersama Dorothea Williams.
Tapi tiba-tiba, Joe terjatuh sampai jiwanya terlepas dari tubuhnya. Dengan
bantuan 22, jiwa yang belum terlahir, Joe mencari jalan kembali.
Sebelum memulai penjelasan, ada baiknya kamu menonton film-nya lebih dulu.
Sebab akan ada bocoran cerita dalam penjelasan ini. So, SPOILER ALERT!!!!
{alertWarning} SPOILER ALERT!!!! Ada bocoran cerita utama dalam artikel ini. Bila kamu belum menonton film-nya dan tidak ingin mendapat bocoran apa pun, segera beralih ke artikel lain dan kembali setelah menonton.
Film ini dimulai ketika Joe sedang mengajar kelas musik di sekolah. Sewaktu
dia sedang menjelaskan kecintaannya akan musik Jazz pada murid-muridnya,
kepala sekolah datang menginterupsi, menawarkan Joe posisi sebagai guru
tetap dengan tunjangan hari tua, asuransi dan lain sebagainya, sebagaimana
yang didapatkan oleh pegawai tetap.
Ketika Joe menceritakan kesempatan tersebut pada ibunya, ibu Joe sangat ingin
Joe menerima tawaran tersebut. Tetapi dalam benak Joe sendiri, dia ingin
mengikuti (ehem) passionnya sebagai pemain musik Jazz. Ternyata, gayung
bersambut, Joe ditelepon oleh mantan muridnya di sekolah, dan dia menawarkan
Joe untuk datang ke The Half Note untuk bertemu dengan musisi Jazz terkenal,
Dorothea Williams.
Menyukai permainan piano Joe, Dorothea memberikan kesempatan pada Joe untuk
manggung bersamanya nanti malam. Joe yang sangat bersemangat, menceritakan
pengalamannya pada seseorang di telepon. Dan karena tak hati-hati sewaktu
menyebrang jalan, Joe masuk ke lubang selokan. Kejatuhan tersebut membuat jiwa
Joe terpisah dari tubuhnya. Joe masuk ke sebuah realm dimana
jiwa-jiwa manusia yang sudah mati akan masuk ke great beyond.
Tak mau menerima ajalnya, Joe melompat ke luar jalur, dan dia pun sampai
ke great before, sebuah realm dimana jiwa-jiwa
baru mempersiapkan diri untuk memasuki bumi. Di sana pula Joe bertemu dengan
para Jerry, semacam eternal being, dan 22 (twenty-two), jiwa yang
belum juga menemukan spark-nya sehingga tidak kunjung lahir ke
Bumi.
Joe Merasa Kehidupannya Tak Berarti Kalau Tidak Menjadi Pemain Jazz
22 sebenarnya jua tidak merasa dirinya tertarik dengan Bumi, walau pun dia
pernah mendapatkan mentor-mentor hebat seperti Mother Theresa, Albert
Einstein, Plato, dan lain-lain. Dia merasa Bumi tidak mengasyikan, jadi dia
lebih suka berada di great before. Akhirnya, 22 dan Joe membuat
kesepakatan, Joe akan membantu 22 menemukan spark-nya dan 22 akan
memberikan Earth Pass nya untuk Joe.
Sebelum Joe dan 22 mencapai kesepakatan, Joe sempat melihat kembali
kehidupannya. Dia merasa hidupnya tak berarti sebab yang ia lakukan hanya
bangun pagi, berangkat kerja, membantu ibunya di toko, pulang, menjadi guru
les, lalu tidur. Perasaan "tidak berarti" tersebut muncul karena dalam benak
Joe, dia percaya kalau hidupnya baru "berarti" jika dia melakukan hal yang dia
sukai, bermain Jazz. Padahal 22 tidak memberikan penilaian apa pun tentang
kehidupan Joe. Joe hanya "hidup" tapi apakah kehidupan Joe berarti atau tidak, Joe sendiri
yang memberi penilaian berlandaskan hal yang ia percaya. Passion-nya menjadi pemain Jazz adalah segala-galanya bagi Joe.
The Zone & Jiwa yang Hilang Adalah Dua Sisi Dari Koin yang Sama
22 membawa Joe ke The Zone, tempat dimana jiwa-jiwa di bumi
terkoneksi dengan great before sewaktu mengerjakan hal-hal
yang mereka sukai. Jiwa-jiwa tersebut di gambarkan melayang-layang di langit
seperti malaikat. Tapi dalam The Zone juga ada jiwa-jiwa yang hilang,
orang-orang yang terlalu tenggelam dalam pekerjaan harian atau kecanduan.
Mereka digambarkan seperti monster-monster pasir yang ganas dan menakutkan.
Di The Zone, 22 memperkenalkan Joe pada Moonwind. Moonwind dengan tiga
rekannya berada di The Zone untuk mengembalikan jiwa-jiwa yang hilang,
menyebut diri mereka The Mystics. Ketika sedang berlayar bersama Moonwind, Joe
membayangkan bagaimana bisa ada jiwa-jiwa yang hilang. Moonwind yang mendengar
keheranan Joe, menjelaskan bahwa jiwa yang sedang in the zone (melayang-layang saat melakukan hal yang mereka sukai) tak ada bedanya
dengan jiwa yang hilang. Inti dari kata-kata Moonwind sebenarnya
adalah: hal apa pun yang membuat kita tidak menghidupi kehidupan sepenuhnya, punya
potensi membuat kita tersesat.
Berada in the zone pada umumnya adalah hal yang baik, sampai
hal tersebut menjadi satu-satunya fokus seseorang, menjadi tersesat ketika
mereka begitu terperangkap dalam siklus yang menyebabkan mereka kehilangan
kontak dengan realitas lainnya. Berada di "zona" dan menjadi jiwa yang
terhilang tidaklah jauh berbeda; mereka adalah dua sisi dari mata uang yang
sama. Belajar menemukan keseimbangan dan kegembiraan dalam hidup adalah pesan
utama Soul yang terlihat jelas dalam eksplorasi kedua konsep ini.
Mengejar "Passion" Secara Membabi Buta Membuat Joe Menjadi Orang yang Tak Menyenangkan (alias asshole)
Berkat bantuan Moonwind (dan sedikit kecelakaan), Joe berhasil kembali ke Bumi bersama dengan 22. Sayangnya, jiwa Joe masuk dalam tubuh seekor kucing, sementara jiwa 22 masuk dalam tubuh Joe. Karena Joe tahu dia harus tetap hadir dalam pertunjukan sore itu, Joe memaksa 22 mengikuti segala keinginannya, mulai dari HARUS berusaha berjalan (karena 22 tidak pernah punya kaki sebelumnya), kemudian menyuruhnya potong rambut, lalu bicara pada ibu-nya Joe untuk meyakinkan ibunya akan keinginan Joe.
Kalian akan melihat betapa tidak berempatinya karakter Joe Gardner. Dia memanipulasi dan menghalalkan segala cara untuk bisa meraih "passion" nya. Saat 22 tertegun mendengar musik jalanan selagi menunggu kereta bawah tanah, Joe bilang, "tentu saja kau suka musik, kau adalah aku." Padahal Joe sendiri tak pernah mengambil waktu sejenak untuk menikmati musik yang adalah kesukaannya.
Sementara, ketika mereka perlu ke tukang potong rambut, 22 membicarakan banyak hal yang bersifat eksistensial, membuat siapa saja tertarik mendengar 22 berbicara. Ketika mereka keluar dari Barber Shop tersebut, 22 yang menempati tubuh Joe bertanya pada tukang potong rambut-nya, "bagaimana aku tidak pernah tahu kalau kau ingin menjadi dokter hewan?" Tukang potong rambut itu kemudian menjawab, "karena kau tak pernah bertanya." Dari situ, kebutaan Joe mengejar Passion-nya, semakin terasa. Joe tak pernah berhenti walau hanya diam sejenak dan bertanya pada orang lain; bagaimana kabar mereka, apa yang mereka cita-citakan, dan lain sebagainya. Selama ini, Joe selalu membicarakan dirinya (egois) dan tak pernah memerdulikan orang lain di sekitarnya, termasuk 22. Bahkan ketika 22 merasakan "sesuatu", sebuah spark yang akan membuatnya siap untuk masuk ke kehidupan, Joe menepis dan menyangkal perasaan 22––seseorang/sesejiwa yang sudah berusaha setengah mati untuk membantu Joe sepanjang hari. "Kau bisa menemukan spark-mu karena aku!" seru Joe pada 22.
Satu-satunya Tujuan Hidup Adalah Menghidupi Kehidupan itu Sendiri, Setiap Detik, Setiap Waktu
Singkat cerita, Joe berhasil tampil. Dia memberikan permainan piano terbaiknya. Namun ketika acara usai, dia merasa kosong. Di depan bar, menunggu taxi untuk pulang, Joe mengutarakan apa yang ia rasa pada Dorothea. "Seumur hidup aku berjuang untuk momen ini, tapi kenapa aku tak merasakan apa pun sekarang," ujar Joe. Dorothea teringat pada sebuah cerita tentang ikan, "ada seekor ikan yang mendatangi ikan-ikan yang lain dan bertanya, dimana lautan? Kemudian ikan-ikan yang lain menjawab, apa maksudmu lautan? kau sedang berenang di dalamnya! Tapi ikan tersebut menolak untuk percaya pada jawaban ikan-ikan lain, ini hanya air! Aku mau lautan! Dimana lautnya?"
Sama seperti seekor ikan yang mencari lautan tanpa menyadari dia sudah berada dalam lautan yang ia cari, Joe tidak pernah sadar kalau passion-nya pada Jazz bukan sebuah "tujuan" untuk hidup. Dan kemudian terbongkar dari Jerry, bahwa spark bukanlah passion atau tujuan hidup sebuah jiwa, tapi keinginan atau semangat untuk menghidupi kehidupan itu sendiri.
Pada suatu hari, kita semua akan mati. Dan mungkin, dalam waktu yang singkat ini, ego kita berusaha untuk memberikan "tujuan" dari kehidupan yang mungkin memang tak memiliki "tujuan" atau pun "makna" dengan menjalin ikatan pada hal-hal duniawi, berharap bisa menemukan kebahagiaan dan kepenuhan jiwa dari semua hal itu. Padahal, kebahagiaan bisa dicapai dari hal-hal sederhana dalam hidup, bahkan dari hal konyol yang terasa terlalu biasa dan sering kita lakukan. Misalnya, seperti 22, yang dengan polosnya, sangat menyukai jalan kaki, lolipop, pizza, dan daun berguguran. Tak seperti Joe, 22 menikmati setiap detik dan waktu singkat yang ia dapatkan melalui tubuh Joe. Dia mengambil waktu untuk being present, menikmati apa yang sedang ia lakukan, lihat, dan rasakan. Sebab, belum ada cara lain yang lebih efektif untuk menikmati hidup yang singkat ini, selain dengan ada di sini, menghidupinya, setiap detik, setiap waktu.