Beberapa hari lalu, tim kontributor Moonhill mengadakan Netflix party, dan kami menggunakan fitur "play something" di TV untuk memilih tontonan secara acak. Hasilnya adalah, A Perfect Fit, film Indonesia berlatar keindahan Bali (yang udah nggak diragukan lagi) dan kisahnya mendompleng cerita Cinderella.
Dari paragraf pertama, mungkin kamu sudah bisa menebak seberapa tidak puasnya kami ketika menonton film ini. Gejala nonton film jelek seperti, ingin muntah, pusing, sakit kepala, ingin marah, dan ngoceh mulu, memang terjadi seketika masuk menit pertama. Film ini jauuuh sekali dari kata sempurna. Entah karena dibuat setengah hati atau bagaimana ya.. mulai dari penampilan aktris, penulisan dialog, penokohan sampai jalan cerita yang nggak masuk akal. Kami kesulitan berempati dengan semua tokoh dalam film ini.
Karakter yang jahat benar-benar jahat tanpa alasan. Sementara dua tokoh utama diceritakan sebagai manusia paling sempurna sejak awal hingga tidak perlu ada perkembangan karakter. Romantisme yang dihadirkan terlalu dangka, dialognya sangat klise sampai bikin kami cringe. Apa pula CGI kepik itu?!!
Tampaknya penulis naskah dan sutradara tidak memahami apa esensi dasar sebuah cerita. Bisa jadi, mereka membuat film hanya karena punya uang, punya koneksi, dan ya... entah alasan narsisme macam apa lagi yang ada di baliknya. Yang jelas, mereka membuat film bukan karena ingin memberi nilai atau menyampaikan cerita bermakna. A Perfect Fit terkesan ditulis dan digarap dengan buru-buru, tidak diolah dan dikaji lebih dulu. Terlalu banyak konflik yang tidak diulas lebih dalam. Padahal konflik utama cerita (soal cinta segitiga) saja sudah cukup jika mereka mau mengorek lebih jauh.
Unsur budaya dalam film ini juga terasa dipaksakan. Gambar-gambar cantik dari keindahan pulau Bali tak memberikan sumbangan progres apa pun untuk jalan cerita mau pun perkembangan karakter. Hanya sekedar indah dan tidak punya makna. Hal ini kemudian membuat salah satu kontributor kami berpikir kalau film A Perfect Fit mungkin kerjasama dengan pemerintah setempat atau kementrian pariwisata. Tapi ternyata, selidik punya selidik, menampilkan keindahan Bali dilatarbelakangi oleh keinginan pembuat filmnya sendiri untuk memperlihatkan keindahan Indonesia, soalnya film ini ditayangkan di Netflix dan mereka berharap bisa memperkenalkan keindahan itu dan budaya Indonesia ke kancah internasional.
Well, in that case, they failed miserably. Sekarang, orang luar akan merasa kalau di Indonesia banyak bisnis kotor, pebisnis jahat, cewek galau dan cowok nggak sopan yang godain cewek udah tunangan, anak orang kaya yang nggak punya moral, dan belum mengerti cara membuat film dengan baik.
Terima kasih sudah membaca.
Bagaimana pendapatmu soal bahasan kita kali ini?
Pahami kebijakan konten di Moonhill lewat laman disclaimer kami.
Posting Komentar
Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.