Apakah kebahagiaan tampak berbeda untuk wanita dengan kelas sosial yang berbeda? Sebuah drama yang mempertanyakan kondisi kehidupan kontemporer melalui perspektif dua karakter protagonis wanita dengan latar belakang berbeda.
Bagi Hanako yang dibesarkan dalam keluarga terpandang dan kaya, sudah menjadi kewajibannya untuk menikah dengan seorang pria dari lingkungan sosial yang tinggi. Saat ini di akhir usia dua puluh tahunan, akhirnya dia bertemu dengan calon suami ideal setelah terus mengatur perjodohan dengan pria-pria yang potensial. Hanako seharusnya menantikan sebuah pernikahan yang bahagia sampai dia mengetahui bahwa calon pasangannya terlibat hubungan dengan seorang wanita lain. Wanita tersebut adalah Miki yang berasal dari keluarga biasa dari perdesaan Jepang dan bekerja keras untuk bertahan hidup di Tokyo. Kehidupan Hanako dan Miki yang berada di lingkungan sosial yang sangat berbeda pada akhirnya mulai bersinggungan.
Sebuah drama humanis yang menggali kehidupan wanita dalam Jepang kontemporer melalui gambaran perbedaan kelas yang kuat antara seorang tokoh protagonis yang berasal dari kelas atas di Tokyo dan tokoh lainnya dari perdesaan Jepang dengan latar belakang kelas berpenghasilan rendah. Film Aristocrats dibintangi oleh Mugi Kadowaki (Hanako) dan Kiko Mizuhara (Miki) dan disutradari oleh Yukiko Sode.
Ulasan Aristocrats (2021)
Kehadiran JFF (Japanese Film Festival) secara online tahun ini, bisa dibilang amat menyegarkan bagi saya yang udah bosan dengan tayangan Netflix dan Disney+. Sedikit bernostalgia akan film-film Jepang yang kaya akan nilai budaya dan penggalian arti menjadi manusia. Membaca sinopsis film Aristocrats, saya pun tertarik untuk menonton keseluruhan filmnya secara gratis melalui situs resmi JFF.
Pada sepertiga awal film ini, kita mengikuti Hanako dari dalam taksi menerima pesan singkat dari seseorang yang kemudian kita ketahui sebagai keluarganya yang sudah menunggu kedatangannya dalam acara pesta makan malam. Hanako tampak tak begitu bahagia atau pun bersemangat, yang ada dia terlihat lelah dan tak bergairah selama perjalanan hingga makan malam berlangsung.
Alur dari ceritanya lambat, tiap informasi dibuka secara natural tanpa tergesa-gesa. Ada banyak sekali nilai budaya Jepang dalam film ini, walau demikian, orang Indonesia masih bisa "relate" dengan perjuangan para perempuan untuk menemukan "kebahagiaan" versi mereka yang menjadi jantung ceritanya. Entah kenapa masalah nya memang tak jauh berbeda dengan masalah yang kita hadapi di Indonesia. Seperti, suami yang tak setia, menganggap pernikahan adalah jalan menuju kebahagiaan, melancong ke kota demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tapi malah kenyataan sungguh keras dan tak pandang ampun, serta keharusan bagi seorang wanita untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus rumah.
Masalah-masalah kebahagiaan, usaha dan proses untuk menggapainya, membuat tema film ini terasa dekat dengan rumah. Terlepas dari status sosial, baik Hanako dan Miki, keduanya menginginkan hal yang sama, hanya saja, setelah menyadari apa itu kebahagiaan sejati, pilihan mereka yang membuat film ini sungguh memuaskan.