Seorang wartawan lepas bernama Gerald (Jeffery Dean Morgan) mendapatkan tawaran pekerjaan untuk menulis cerita tentang sebuah kampung bernama Benfield. Di tempat yang sama ada sebuah Chapel dimana Father Hagan dan keponakannya, Alice, tinggal. Tokoh Alice yang diperankan oleh Cricket Brown sudah tidak dapat berbicara dan mendengar sejak lahir.
Awalnya Gerald hanya mewawancarai seorang penggembala sapi di Benfield, namun dia memerlukan sebuah cerita yang cukup menarik untuk majalah occultisme. Tiba-tiba, Gerald melihat sebuah pohon di tengah ladang di samping Chapel tempat Father Hagan dan Alice tinggal. Di bagian bawah pohon itu, Gerald menemukan boneka yang disebut orang kampung Benfield sebagai corndoll. Biasanya, boneka itu ditempatkan di ladang untuk membawa keberuntungan dan panen yang melimpah. Namun, boneka yang ditemukan Gerald sangat aneh. Boneka itu dirantai dan diberi tanggal 31 Februari 1845.
Demi mendapatkan cerita yang menarik, Gerald mencoba mengarang cerita kalau boneka tersebut adalah sebuah talisman (semacam jimat) kemudian menginjak kepala boneka hingga pecah. Di saat hampir bersamaan, penggembala sapi yang sedang berada bersamanya, meyakini kalau ada yang aneh dengan boneka tersebut. Tapi, dia tetap bekerja sama dengan Gerald, berpura-pura dan berpose seolah dia yang menemukan boneka itu dalam keadaaan rusak.
Malam hari, dalam perjalanan kembali ke Hotel, Gerald dikejutkan oleh Alice yang tiba-tiba berdiri di tengah jalan. Saat Gerald berusaha berbicara dengannya, Alice dengan sendirinya berjalan ke arah pohon dan berbicara dengan seseorang. Di malam yang sama, Gerald mengetahui dari Dr. Natalie (Katie Aselton) kalau Alice menderita semacam penyakit sejak masih bayi, yang menyebabkan gadis itu menjadi tuna rungu dan tuna wicara.
Hal itu adalah awal dari keanehan yang terjadi di Benfield. Gadis bisu yang tiba-tiba bisa berbicara menggegerkan seisi Benfield. Kemudian Alice juga mulai membuat mukjizat-mukjizat atas nama Bunda Maria. Gereja sampai turun tangan untuk menyelidiki apakah pohon yang membuat Alice dapat berbicara dan melakukan mukjizat benar bisa dianggap sebagai shrine (tempat suci).
Film ini mengambil arah yang sedikit berbeda dari film horor yang membawa unsur-unsur keagamaan dan kesurupan seperti Deliver Us From Evil, The Conjuring atau The Nun. Iblis atau hantu dalam film ini nggak vulgar. Penonton juga jadi dibuat bertanya-tanya bersama Gerald, apakah memang sosok Maria dalam film ini benar-benar Bunda Maria atau sesuatu yang "lain." Memang film ini sempat menjadi buah pembicaraan saat masih tayang di bioskop tahun lalu. Sayangnya, karena pandemi, saya baru sempat menontonnya di Netflix.
Kelebihan dari The Unholy saya rasa terletak dari tata suaranya. Beberapa adegan yang mempertontonkan bisikan "Maria" sungguh membuat saya merinding. Ceritanya lumayan segar dengan pembawaan tokoh yang diperankan Jeffery Dean Morgan yang lumayan sarkastik dan seorang atheist.
Film ini nggak lepas dari beberapa kekurangan. Misalnya, ada beberapa jump scare yang sebenernya nggak perlu ada dalam film (soalnya nggak efektif). Kemudian ada juga beberapa plot point yang terkesan dilambat-lambatkan agar durasi film bisa lebih panjang. Bagian ending dari film ini juga akan terkesan "maksa" bagi sebagian orang, tapi sisanya...mungkin akan merasa sebaliknya. Kemudian saya juga merasa film ini terlalu "halus" untuk genre horor. Rasanya lebih mirip seperti film drama daripada horor. Mungkin kalau takut banget sama wajah-wajah hantu yang mengerikan, dalam The Unholy hantunya sama sekali nggak seram. Bahkan saya rasa ada unsur-unsur cewek animenya.