Tulus, Gajah, Monokrom dan Manusia – Tak Harus Sempurna


Muhammad Tulus Rusyadi, dikenal sebagai Tulus, lahir pada 20 Agustus 1987 di Kota Bukittinggi, ia menamatkan studinya di Universitas Katolik Parahyangan. Tulus adalah penyanyi, pencipta lagu dan arsitek asal Minangkabau, Indonesia.

Album self-titled pertama bertajuk Tulus yang dirilis pada 2011, menghebohkan Indonesia. Perlahan namun pasti, dengan lirik yang sederhana dan alunan musik mendayu yang menjadi ciri khas-nya, Tulus mulai mengumpulkan penggemar. Lagu-lagunya––Sewindu, Teman Hidup, Kisah Sebentar, Tuan Nona Kesepian, dan Jatuh Cinta––diputar di radio, kafe, tempat-tempat tongkrongan di banyak kota, dan merajai tangga lagu. Pada 2013, Tulus mendapat penggargaan dari The Rolling Stones Indonesia sebagai Editor's Choice: Rookie of The Year (2013).

Tak lama setelahnya, Tulus masih menciptakan banyak mahakarya baru. Dalam album Gajah yang ia luncurkan pada 2016, ia memberi pesan positif yang tersemat jelas dalam setiap lirik lagunya yang sederhana. Jika melalui Gajah, ia menyampaikan rasa terima kasih atas kesulitan hidup yang pernah ia alami, Jangan Cintai Aku Apadanya, ia mengingatkan salah satu tujuan dari sebuah hubungan adalah agar kita berkembang dan menjadi versi diri kita yang lebih baik dari sebelumnya.


Discography Tulus

  • Tulus (2011)
  • Gajah (2014)
  • Monokrom (2016)
  • Manusia (2022)


Healing Bersama Tulus di Monokrom

Pesan-pesan empowering yang dimiliki Tulus dalam lirik-liriknya berlanjut di era Monokrom. Malah menjadi tema utama dalam album ini. Melalui beberapa lagu, Tulus mengingatkan pendengarnya akan arti kekuatan, pentingnya rasa rindu, memberi hati pada karya-karya kita, kenangan terindah bersama orang-orang yang kita sayang, dan mengingatkan kita untuk tersenyum setelah bencana.

Melalui Monokrom, Tulus memperkuat kualitasnya. Jika sebelumnya, dengan album self-titled, ia menyentuh banyak hati dengan ungkapan perasaan yang dipahami oleh banyak orang, album Gajah melanjutkan kisah-kisah itu dan Monokrom memastikan tak ada pesan yang tertinggal.

Dibuka dengan Manusia Kuat, Tulus ingin pendengar lagunya mengingat kekuatan terbesar dalam diri setiap manusia yang sulit untuk padam, yaitu mimpi-mimpi. “Kau bisa patahkan kakiku, tapi tidak mimpi-mimpiku.. kau bisa lumpuhkan tanganku, tapi tidak mimpi-mimpiku,” ungkapnya secara gamblang lewat lirik lagu itu. Manusia Kuat menjadi lagu resmi untuk Asian Para Games 2018.

Ruang Sendiri, dimana Tulus menceritakan pentingnya arti rindu, merajai tangga lagu. “Aku butuh tahu, seberapa ku butuh kamu.. percayalah, rindu itu baik untuk kita,” sebuah pesan yang ia nyanyikan pada generasi yang tak bisa jauh dari kekasih mereka.

Monokrom, lagu yang menjadi judul album pun mewarnai kisah lain, tentang rasa terima kasih dan kenangan-kenangan kecil bersama orang yang menyayangi kita, dan membentuk siapa kita hari ini. “Di mana pun kalian berada… Kukirimkan terima kasih… Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah… Kau melukis aku.

Sayangnya, meskipun pesan dan warna Tulus dalam penulisan Monokrom semakin kuat, alunan musiknya masih monoton. Sebagai penyanyi yang baru melejit, rasanya hal ini cukup lumrah. Ketika pasar baru mulai mengenal dan mendengar lagu-lagu Tulus, mencoba warna musik baru atau bereksperimen terlalu dini menjadi hal yang cukup beresiko, sebab penerimaan pasar belum tentu sebaik album-album sebelumnya.


Mulai Bereksperimen dalam Manusia

Pada 3 Maret 2022, Tulus merilis album baru berjudul Manusia. Dimulai dengan lagu berjudul Tujuh Belas, Tulus memeluk indahnya masa muda dimana jiwa tak pernah tua. Dari lagu ini, tampaknya Tulus  mulai berani mengeksplorasi warna-warna baru. Dibantu oleh musisi-musisi seperti Erwin Gutawa, Petra Sihombing, Topa Abimanyu, Yoseph Sitompul, dan produser Ari Renaldi, hadirlah arasemen yang lebih berani tanpa mengorbankan signature seorang Tulus.


Tulus masih menyajikan lirik yang relatable, mengajak pendengar mengingat masa-masa mudah sebelum dituntut dengan berbagai tanggungjawab dalam Tujuh Belas, “masihkah kauingat cobaan terberat kita, Matematika?” Namun kali ini diikuti oleh paduan suara, bukan lagi sekedar iringan piano dan gitar saja.

Kelana, sayangnya masih punya beberapa alunan musik yang familiar di telinga. Untungnya, lagu ini masih diperkuat dengan pikat Tulus yang paling kuat, penulisan lirik yang begitu relevan dengan generasi muda saat ini, “di mana mimpiku… Di mana depan dulu yang kujadikan alamat tuju…” Seolah menyentil kaum pekerja yang kini heboh dengan burnout syndrome dan boreout syndrome demi mencari uang (untuk flexing). 

Remedi, tak lagi main aman. Alunan baru memanjakan telinga, dentuman drum dan lirik bernada optimisme. Interaksi pun demikian, namun kali ini dengan alunan gitar akustik, dan Ingkar dengan paduan orkestra. Meski pun Tulus lagi-lagi main aman dengan Hati-hati di Jalan, tapi secara keseluruhan, bisa terdengar bahwa Tulus membuka pintu untuknya berkembang.


Tulus Tak Harus Sempurna

Beberapa pecinta musik, terutama pendengar musik lawas, mungkin akan mengkritik bahwa banyak lagu-lagu Tulus––terutama di awal kariernya––terdengar main aman dan monoton. Meski begitu, ada sebuah kekuatan yang tak bisa diabaikan begitu saja dari lagu-lagu yang ia hadirkan ke dunia, yaitu ketulusannya dalam berkarya.

Lirik-lirik yang dimiliki Tulus begitu sederhana, namun begitu banyak jiwa yang telah ia sentuh melalui pesan dan cerita-ceritanya. Rasanya tidak adil jika kita menuntut Tulus untuk sempurna, kemudian memungkiri apa yang ia katakan melalui karya-karyanya, terutama caranya memanfaatkan pengaruh yang ia miliki. Tulus tak perlu menjadi seorang motivator dadakan, beriringan musik spektakuler layaknya The Queen. Tidak perlu lirik yang hebat-hebat dan cerita yang sulit ditebak. 

Meski masih ada ruang dan kesempatan untuknya menghadirkan warna baru dalam karya-karyanya nanti, sejak awal Tulus telah menempatkan diri sebagai seorang teman yang mengerti akan kegalauanmu, kekesalanmu, keraguan serta impianmu, dan dia selalu siap mengingatkanmu akan hal-hal sederhana yang sering kali kita lupakan dalam hidup. Kesederhanaan itulah yang membuatnya mudah untuk dimengerti dan lagu-lagunya pun tak sulit untuk dinyanyikan oleh siapa saja.

“Luka, luka, hilanglah luka.. Biar tent'ram yang berkuasa.. Kau terlalu berharga untuk luka.. Katakan pada dirimu.. Semua baik-baik saja” – Diri, Tulus.
Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.