5 Mindset Bentuk Karakter Kuat dari Penokohan Wednesday di Netflix

5 Pelajaran Karakter dari Serial Wednesday di Netflix

Sebagai karakter utama, Wednesday adalah tokoh yang unik dan paling berkesan. Sikapnya yang sarkastis dan sudut pandangnya yang berbeda dari pemikiran orang umum, membuatnya relateable untuk beberapa orang. 

Sejak awal kemunculannya, tokoh Wednesday berevolusi dan sekarang dikenalkan ulang lewat versi modern milik Tim Burton di Netflix, diperankan oleh Jenna Ortega. Dalam serial ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari Wednesday, khususnya untuk anak muda. Berikut ini 5 mindset bentuk karakter kuat yang bisa jadi inspirasi;



Berani Tidak Disukai

I act as if I don’t care if people dislike me, deep down, I secretly enjoy it

Menjadi diri sendiri itu tidak mudah, sama seperti pesan moral dalam film Cruella. Ketika kita berani jadi diri sendiri, otomatis, kita juga harus berani ga disukai orang lain. 

Kok gitu? Ya, karena dengan menjadi diri sendiri, kita ga harus menyenangkan orang lain. Kita ga harus menjadikan tuntutan sosial sebagai standar kesuksesan. Ga jarang kalau dalam prosesnya, kita akan mendapat “haters” atau orang-orang yang ga ngerti siapa kita.

Berani tidak disukai, bukan berarti kita bertindak seenaknya, lalu menjadikan mindset itu sebagai pembenaran akan sikap kita yang ga sopan atau perbuatan yang merugikan orang lain. Justru sebaliknya, berani tidak disukai, berarti kita sadar, kalau kita ga mungkin menyenangkan semua orang di dunia.


Memiliki “Boundaries” alias Batasan

It's not my fault I can't interpret your emotional Morse code.

Masih sejenis dengan poin pertama, Wednesday mencerminkan sikap teguh pada pendirian, dimana dia menolak untuk disalahkan karena ke-gaje-an orang lain. Kadang ada aja kan, orang yang ga bisa menyampaikan perasaannya dengan baik, lalu menyalahkan kita karena ga sadar kalau mereka baper. Hayo, siapa yang gitu?

Jangan salahkan dirimu, karena itu bukan tanggungjawabmu. Kebahagiaan adalah tanggungjawab masing-masing. Penting untuk menentukan batasan, hal apa saja yang dapat kita pertanggungjawabkan dan yang tidak.

Contohnya, kesalahan orang lain dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya, bukan hal yang bisa kita perbaiki. Tapi kalau kita yang berbuat salah, maka penting untuk meminta maaf dan tidak mengulanginya di kemudian hari.


Menentukan Standard dan Menepatinya

She's both my literary hero and nemesis, and I have two years and 364 days to beat her.

Wednesday dalam serial Netflix digambarkan sebagai penulis yang mengagumi Mary Shelley, penulis novel Frankenstein. Wednesday menentukan standard, dia ingin menjadi penulis sebaik Shelley.

Tapi, ga cuma omong doang, Wednesday menentukan sikap. Dia mendedikasikan setidaknya satu jam per hari untuk menulis novel tentang seorang detektif remaja bernama Viper. Saat kehidupan nyata Wednesday menjadi semakin misterius, dia mendapati dirinya menarik inspirasi dari kenyataan.

Karena memiliki standard yang jelas, Wednesday tak dipusingkan dengan trend media sosial. Dia menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk menjadi seperti (atau lebih baik dari) standard yang ia tentukan sendiri.


Tidak Sibuk Cari Pengakuan

I find social media to be a soul-sucking void of meaningless affirmation.

Tak seperti remaja seumurannya, Wednesday kenal “sifat” asli media sosial yang digunakan untuk mencari pengakuan. Wednesday memilih menjauh dari tempat-tempat seperti itu karena tak menambahkan nilai dalam hidupnya, melainkan, meminjam kata-katanya, menghisap jiwa seseorang—mengingat kaitan penderita depresi dan gangguan kecemasan dengan penggunaan media sosial.

Disclaimer kesehatan mental. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)


Memiliki Kode Etik

You know the old saying, never bring a knife to a sword fight. Unless it's concealed.

Meski pun dari luar tokoh Wednesday amat nyentrik dan kadang-kadang ngaco, bukan berarti Wednesday ga berpegang pada kode etik. Kamu mungkin pernah dengar ungkapan, “bahkan pencuri pun punya kode etik.” — Apalagi kita?

Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional melakukan permainan sebaik-baiknya kepada sesama atau lawannya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Dalam serial, Wednesday mengutip pepatah lama, “jangan bawa pisau dalam adu pedang, kecuali ditutupi.” Dia menepati kode etik dari pepatah itu, tapi bukan berarti dia tidak mengeluarkan pisau di saat dia sadar lawannya sedang bertindak curang. —Poin referensi: pertandingan Piala Edgar Allan Poe.
Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.