Pola Pikir Paling Merusak, Kamu Termasuk?


Penting untuk diingat bahwa informasi yang disediakan melalui situs ini hanya bersifat umum dan tidak boleh dianggap sebagai saran khusus, legal, atau profesional. 
Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian, kerusakan, atau biaya yang mungkin timbul dari penggunaan informasi yang diberikan. Harap berkonsultasi dengan ahli yang kompeten sebelum mengambil tindakan berdasarkan informasi yang disediakan. 

Kamu baru aja pulang dari bioskop untuk menonton sekuel dari film kesukaanmu. Dalam film yang kamu tonton, ada ragam representasi kaum marginal, namun, sebaik apa pun usaha produser dan sutradara berusaha membuat filmnya se-inklusif mungkin, kamu menganggap film itu jelek dan kurang menarik. Kemudian, kamu buru-buru bikin kesimpulan kalau, trend representasi dalam film membuat film-film kesukaanmu jadi jelek. Tak berhenti sampai di sana, kamu pun menyimpulkan bahwa representasi dalam film itu tidak perlu ada, dan film yang progresif udah pasti jelek.

Hmmm… One could argue, itu adalah cara menarik kesimpulan yang kurang tepat. Dari segi produksi, pembuatan film itu kompleks. Ada sutradara, penulis naskah, pemeran, editor, produser dan executive lain di balik layar. Banyak faktor dan keterlibatan yang tidak sempat kamu perhitungkan saat menilai sebuah film dan trend-nya.

Di luar konteks “nonton film” pola pikir dan cara menarik kesimpulan seperti itu, bisa membuatmu frustasi. Misalnya, kamu hanya berpikir kalau di dunia ini hanya ada 2 sisi; baik dan jahat. Maka, ketika seseorang berlaku buruk, kamu akan menyimpulkan bahwa dia orang yang jahat, tanpa mempertimbangkan sisi lain, seperti sebab atau motivasi dari “perlakuannya yang buruk”. 

Pola pikir macam itu, disadari atau tidak, bisa kamu temukan dimana-mana. Antara seseorang “pro” atau “kontra” pada sesuatu, konservatif atau progresif, pakai masker atau tidak pakai masker, vaksin atau tidak vaksin. Daftarnya bisa terus berlanjut, dan perdebatan bisa berputar-putar tanpa henti.

Pada akhirnya, itu semua berakar dari kecenderungan manusia untuk berpikir secara Biner. Pola pikir tersebut telah mengakar dalam masyarakat dan sebagai akibatnya, telah menciptakan beragam masalah.



Apa itu Pola Pikir Biner?

Pola pikir Biner atau Binary Thinking secara definisi berarti berpikir secara dua sisi saja, dan seseorang hanya bisa memilih salah satu. Misalnya, hanya “hitam” atau “putih”, maka jika tidak “hitam” harusnya “putih”. Kalau tidak A berarti B, dan mengabaikan abjad lain di belakang B. Pola pikir Biner mengabaikan area abu-abu di tengah masalah yang amat kompleks. 

Pola pikir Biner memang lebih mudah diproses karena simple. Pola pikir Biner juga memberi rasa “kepastian” saat kehidupan penuh dengan ketakutan dan kecemasan akan ketidakpastian. Maka, tidak heran kalau banyak orang jatuh dalam pola pikir ini.

Masalah dari Pola Pikir Biner

Pola pikir Biner bisa membuatmu sampai pada keputusan atau kesimpulan yang tidak tepat. Kamu jadi gampang bikin asumsi, daripada mencapai kebenaran.

Terjebak dalam pemikiran kategoris seperti itu tidak akan membuat pikiranmu berkembang. Kamu hanya akan membuat kesimpulan yang menempatkan pengalaman-pengalaman baru dalam “kotak” lama, label, generalisasi, dan stereotype.

Pola pikir Biner juga tidak menyelesaikan masalah, tapi malah bikin konflik dan jurang pemisah. Kamu bikin asumsi tentang orang lain, yang akhirnya menjadi kategori dan label, daripada berusaha mengenal atau penasaran tentang mereka. Kamu ga akan mencari tahu apa saja perbedaan-perbedaan kecil yang bisa menyatukan satu sama lain. —ya, ngapain repot-repot nyari tahu kalau kamu udah merasa tahu “pasti” siapa mereka atau apa hal itu, ya kan?

Itulah yang berbahaya dan akhirnya membuat seseorang menjadi rasis dan diskriminatif. Itulah awal dari hubungan-hubungan dangkal yang kamu bangun dengan orang lain. Kamu jadi berpikir negatif pada hal yang “berbeda” dengan pemikiranmu atau dirimu.

6 Cara “Bertobat” dari Pola Pikir Biner

Ya, memang pendidikan kita lemah dalam hal membentuk pola pikir untuk mencapai kesimpulan yang tepat. Tapi ga apa-apa, kita semua pasti pernah salah. Ada 7 cara “bertobat” dari pola pikir destruktif itu;

1. Coba Hal Baru

Kalau kamu pengen keluar dari kebiasaan buruk dari pola pikir Biner, coba lakukan hal baru. Hidup ini berantakan, kompleks, dan banyak hal di luar sana yang belum pernah kamu saksikan atau alami. Coba letakkan ponselmu, dan mulailah hidup sebagaimana seharusnya.

Coba temukan hobi baru. Coba lakukan sesuatu yang biasa kamu lakukan dengan cara yang berbeda. Salah satu cara untuk keluar dari pola pikir Biner adalah merubah pengalaman sehari-hari kita.

2. Temui Orang Baru

Kalau semua orang yang kamu kenal, sama denganmu, sependapat denganmu, maka kamu sudah terlalu lama berada dalam “echo-chamber” atau ruang gema. 

Ketika bertemu dengan orang baru, coba simpan “penghakimanmu” dalam kantong. Kenali mereka apa adanya, tanpa perlu menjatuhkan vonis secara terburu-buru. 

3. Pupuk Rasa Keingintahuan

Ketika ada orang yang tidak sependapat denganmu, coba temukan, darimana argumen itu berasal? Sangat penting untuk mulai mengajukan pertanyaan dan menggunakan pendekatan seperti itu saat menemui hal yang berbeda dari yang sudah kita kenal.

Kamu ga perlu jadi sama dengan mereka, intinya kan menambah pengetahuan dan pemahaman yang luas soal kehidupan dan orang lain. Coba jadi “Sherlock Holmes” yang suka menganalisa sesuatu. Tugasmu hanya mempelajari sebanyak yang kamu bisa pahami.

Saat kamu benar-benar ingin mengenal dan ingin tahu lebih banyak, akan timbul hubungan yang lebih authentik dengan orang lain. Pada akhir hari, mungkin, sebagai gantinya, mereka pun akan berusaha mengenal siapa kamu.

4. Miliki Pemikiran Terbuka

Memiliki pemikiran terbuka, bukan berarti kamu ga berpikir. Memiliki pemikiran terbuka berarti kamu “ga masalah” dengan hal yang tidak sama dengan dirimu, pendapatmu, atau apa pun yang berbeda dari yang kamu yakini. 

Dengan memiliki pemikiran terbuka, kepalamu jadi ga sempit, karena udah tahu ada warna lain selain Hitam dan Putih, ada abjad lain selain A dan B, angka lain selain 0 dan 1. Memiliki pemikiran terbuka bisa membantumu keluar dari pola pikir Biner, karena sudah bukan A atau B saja dalam kepalamu, tapi ada C, D, E, F dan seterusnya. 

Alhasil, kamu ga langsung menarik kesimpulan sebelum mengumpulkan abjad-abjad lain. Jadi, kalau bukan A tidak selalu B, ada huruf lain dalam alphabet.

5. Jangan Bersikap “Sotoy”

Sikap sotoy atau “sok tahu” disebut juga dengan The Dunning-Kruger Effect, alias, kamu baru ngerti sedikit tentang suatu topik, tapi kamu udah percaya diri banget kalau kamu adalah “ahli” dalam bidang tersebut. Sementara, orang yang beneran “ahli” malah semakin banyak belajar karena tahu dirinya belum tahu apa-apa.

Biasanya, orang-orang sotoy adalah orang-orang yang pada intinya punya rasa ga percaya diri. Makanya, mereka merasa perlu membanggakan pengetahuan yang masih sedikit itu, untuk menutupi rasa minder (insecure). Tanpa mereka ketahui, sebenarnya masih ada banyak angka selain 0 dan 1, dan abjad lain selain A dan B, juga warna selain Hitam atau Putih.

Orang yang udah tahu kalau ada warna lain selain Hitam atau Putih, juga angka dan abjad lain, pasti akan lebih banyak diam dan introspeksi. Sebab mereka menyadari kompleksitas kehidupan juga banyaknya hal yang belum mereka pelajari di luar sana.

Tetaplah jadi orang yang “rendah hati” dan belajar lebih banyak, sebelum membangga-banggakan “keahlianmu”. Ponsel pintar yang kamu gunakan untuk mengakses informasi ini, jago banget bikin ilusi kalau kamu udah ngerti hal baru, padahal belom. Semua yang ditulis di sini hanya informasi “dasar” alias basic, karena kalau ditulis secara mendalam, namanya udah bukan artikel, tapi jadi buku.

6. Memeluk Ketidakpastian

Ada yang namanya The Black Swan Theory. Teori itu lahir dari sebuah fenomena di zaman kakek nenek kita, saat semua orang mengira kalau di dunia ini semua angsa warnanya putih. Sampai pada suatu hari, ditemukan ada angsa berwarna hitam.

Teori Black Swan mengacu pada peristiwa-peristiwa yang sulit diprediksi dalam kehidupan normal. “Black Swan” adalah peristiwa acak, tidak terduga, tetapi berdampak tinggi. Peristiwa ini dianggap “outliner” (garis besar / kejutan) karena tidak ada data masa lalu yang dapat meramalkan kejadiannya di masa mendatang.

Kalau kita mau menghentikan kebiasan berpikir Biner, kita perlu sadar kalau dunia ini kompleks dan kita ga pernah benar-benar mengetahui segalanya secara utuh. Walau kadang kita merasa udah ngerti, tapi ada banyak kejutan yang belum kita lihat.

Ya, memang menyadari ketidakpastian itu ada dalam kehidupan bisa membuat kita merasa cemas. Tapi itu adalah kesadaran yang penting untuk dipeluk, kalau kamu mau berkembang secara intelektual.

Berpikir Secara Menyeluruh

Untuk mengakhiri tulisan ini, aku mau cerita pengalaman pribadi. Aku juga pernah terjebak dalam pola pikir Biner dan hal itu ga bikin aku berkembang secara personal mau pun akademis. 

Pola pikir Biner begitu destruktif dan membonsai potensi bahkan kehidupan kita. Tapi itulah sifat manusia yang perlu kita sadari dan perlu kita kuasai agar kita tidak dikuasai oleh kebodohan dan ketidaktahuan.

Slow down. Ga usah buru-buru ambil kesimpulan. Learn more and read more, miliki keberanian untuk menyelami kompleksitas dan keabu-abuan dari suatu area. Berpikirlah secara menyeluruh, supaya kita ga cuma komplen dan lempar asumsi sana-sini di medsos, tapi supaya kita bisa membagikan solusi yang “actually” bisa kasih dampak.
Tesalonika

Interdisciplinary artist with background studies in Japanese literature, humanities and creative robotics. Learn more: tesalonika.com instagram email

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.