Tokoh Freya Adler pertama kali diperkenalkan pada Maret
2022, lewat web novel “Looks Like a Real Thing” yang ditulis oleh duo
penulis, 2Morrow, dan Katia Elson—penulis series “Semesta
Jatuh: Alice dan Serigala”—berperan sebagai editor.
Sedikit latar belakang mengenai series aslinya, web novel
“Looks Like a Real Thing” (2Morrow)
berhasil mendapat perhatian dari pembaca. Saat artikel ini ditulis,
ceritanya memiliki rata-rata 43 kali penyangan. Namun series tersebut
dihentikan setelah Chapter 19 pada April 2022 lalu. Mereka yang telah
membeli akses khusus untuk baca ceritanya, mendapat refund. Kemudian, per
Oktober 2022,
Katia Elson mengambil alih judul “Looks Like a Real Thing” dan
menceritakan ulang dengan label “Retold”.
Penulisan ulang versi Katia Elson dimulai dari sebuah Prekuel yang diberi
judul
“Simulated World of Alpha Nine”
dimana
kisahnya berfokus pada perjalanan Freya Adler sebelum bertemu dengan
Soyoung. Menggunakan penceritaan dalam Sudut Pandang Orang Pertama (first-person
point of view), Adler membawa pembaca menyusuri masa lalunya yang teramat
kelam, penuh dendam dan penyesalan.
Sebelum lanjut, perlu saya tegaskan bahwa;
Ulasan web novel ini akan sedikit bias, sebab saya kenal dekat dengan penulisnya. Akan tetapi, ulasan ini saya buat atas keinginan pribadi, tanpa paksaan dari pihak mana pun. Saya berusaha menjadi seobyektif mungkin saat menilai karya teman saya sesuai kaidah-kadiah kajian sastra yang berlaku di muka bumi ini (lol).
Sinopsis “Simulated World of Alpha Nine”
Freya Adler nyaris sebatang kara setelah ibunya,
Yua Yoshihara, bunuh diri dan meninggalkannya begitu saja. Ayah Freya
sudah lama meninggal, sementara ibunya tak pernah memperkenalkannya ke
keluarga besarnya di Jerman mau pun di Jepang.
Freya Adler
Untung saja, neneknya, datang dari jauh untuk menjemput dan merawat
Freya. Namun, cara sang nenek menyayangi cucunya, sedikit berbeda dari
kebanyakan nenek pada umumnya. Nenek tahu Freya berbeda dari keluarganya
yang lain, neneknya pun tahu Freya akan mendapat diskriminasi dan
perundungan karena itu. Jadi Freya diajarkan bertahan hidup dengan jalan
kekerasan dan pembalasan dendam.
Dalam proses belajar bertahan hidup, Freya memiliki seorang “nemesis”,
sepupunya sendiri, Satoshi, anak dari paman yang pernah berusaha
membunuh Freya saat remaja. Gambaran akan welas asih dan sikap pemaaf
semakin jauh dari diri Freya Adler, sebab ancaman selalu datang dari dalam
keluarganya sendiri. Ditambah lagi, Freya masih menyalahkan Yua, ibunya
sendiri, karena telah meninggalkannya.
Yua Yoshihara
"Ini salahnya, ini semua salahnya, aku membela diriku dalam hati sambil mengepalkan tangan yang masih bersimbah darah agar tak gemetar. Jika saja ibu tak meninggalkanku, semua ini tidak akan terjadi." – Freya Adler, Simulated World of Alpha Nine
Begitu bencinya Freya pada Yua, dalam waktu singkat, Freya menjadi pelukis
yang lebih tersohor dan lebih berbakat daripada ibunya. Semua itu, dia
lakukan atas dendam. Tapi, sama seperti banyaknya hal yang dilakukan atas
amarah, semua pencapaian Freya terasa kosong. Freya berhasil membalaskan
dendamnya pada Yua, namun dia jatuh dalam lingkaran setan tak berujung,
tenggelam dalam kebiasaan buruk dan sabotase diri.
Seiring berjalannya waktu, Freya menemukan seorang wanita bernama Mel yang
membuatnya memiliki tujuan baru—alasan untuk bertahan hidup sedikit lebih
lama. Tokoh Mel yang digambarkan sebagai wanita yang lemah lembut, membuat
Freya ingin menjadi kuat demi melindunginya. Mereka menikah meski tak pernah
resmi berpacaran. Namun, rumah tangga itu pun retak dan lambat laun menjadi
tragedi karena kebodohan Freya sendiri.
Ulasan “Simulated World of Alpha Nine” - Kebohongan v.s Kebenaran
“Simulated World of Alpha Nine” hanya sebuah novella pendek yang berisi 10
Chapter. Compact tapi lumayan berat. Saya
menutup Chapter terakhir dengan perasaan campur aduk, seolah kena tonjok
tepat di dada. Mau marah, mau sedih, mau nonjok balik tapi tidak bisa—I would expect nothing less, dari penulis yang hobi nimba air mata pembaca, malah saya kira harusnya bisa lebih sakit
dari itu.
Yang disebut sebagai
cerita itu sebenarnya hanya perjalanan tokoh utama (protagonist) dari
“kebohongan” menuju “kebenaran”.
Sebelum ini Katia Elson tidak pernah memperhatikan elemen “kebohongan” dan
“kebenaran” yang dipercayai oleh para tokoh dalam tulisannya. Namun, di
novella ini, Katia sudah berhasil menerapkan character arc yang lebih
kuat daripada tokoh-tokoh lain yang dia tulis. Hanya orang-orang yang
mengikuti karya Katia Elson saja yang akan menyadari hal tersebut.
Mengingat,
ini adalah proyek pertamanya setelah 3 tahun hiatus menulis fiksi.
Meski pun “Simulated World of Alpha Nine” masih jauh dari kata sempurna dan
terkesan terlalu terburu-buru,
kisah ini masih berhasil menguliti motivasi dibalik setiap keputusan yang
diambil oleh Freya Adler dalam cerita. Setiap kejadian dan rentetan tragedi dalam hidup Freya, terkesan
“convincing” — meyakinkan. Urutan sebab akibat, terjalin dengan baik, mulai dari Chapter 1
hingga Chapter 10. Tercipta konflik utama yang mampu membuat pembaca
berempati pada Freya. Saya pun ikut terkejut saat
plot-twist menghantam tepat di puncak cerita.
Siapa sangka, Mel dan Freya akan berakhir setragis itu?
Simulated World of Alpha Nine © katiaelson.com
Menurut saya pribadi, hubungan antara Mel dan Freya bisa diperkuat jika ada
tambahan Chapter yang fokus menceritakan kedekatan emosional mereka. Mungkin
juga, bila ada flashback antara Freya kecil dan Yua saat masih hidup, rasa
kehilangan seorang anak atas kepergian ibunya pun bisa lebih dalam dan lebih
menyakitkan.
Akan tetapi,
tidak menutup kemungkinan kalau penulis memang membiarkan pembaca mengisi
sendiri kepingan puzzle yang tak diperlihatkan, daripada memenuhi halaman dengan penjelasan yang terlalu dragging.
Ada kesan, “kamu tahu yang saya maksud, jadi buat apa saya jelasin lagi?”
gitu. Karena (mungkin) target pembaca untuk “Simulated World of Alpha Nine”
adalah pembaca yang sudah lebih dulu tahu
series aslinya. Dan bisa jadi, teka-teki yang belum terjawab di sini akan dijabarkan
dalam kisah selanjutnya, yaitu “Looks Like a Real Thing” versi “Retold”.
Setelah membaca hampir semua karya Katia, sebenarnya, saya menyadari gaya
bahasanya lebih dekat ke arah deskripsi visual daripada emosional. Imajinasi
saya seolah memutar film dalam kepala daripada mendengar narasi sang tokoh.
Ya, seperti baca skrip film yang di novel-kan.
Gaya bahasa semacam itu bisa sulit mengambil hati pembaca novel yang
biasanya dimanjakan dengan deskripsi emosional.
Tapi mampu mengambil hati orang awam yang males baca novel
menye-menye.
Arahan Kreatif yang Hadir Tanpa Peringatan
Maaf kalau ulasan ini ternyata lebih panjang dari dugaan awal. Sebab, saya
tidak bisa menahan rasa ingin berteriak, “wuanjir!!” Ketika
ada seorang karakter dari judul lain yang menyebrang ke kisah Freya Adler
sebagai Cameo.
Arahan kreatif itu seolah hanya bisa diapresiasi dan dimengerti oleh
pengikut Katia Elson. Sekilas, penulis hanya kembali untuk pembaca
setianya saja.
Tapi bukan berarti pembaca baru harus merasa terasing. Justru, mereka
sedang diundang masuk dalam dunia ciptaannya yang utama—Alice dan Serigala.
Mungkin sambil menunggu “Retold” dari “Looks Like a Real Thing” lanjutan
kisah Freya Adler selesai ditulis.