Menurut saya dan teman-teman, Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan besar Indonesia. Beliau memandang menulis sebagai suatu pekerjaan yang penting dan bermakna.
Menurutnya, menulis dapat menjadi sarana untuk mengabadikan gagasan dan ide-ide seseorang, bahkan hingga keabadian.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” – Pramoedya Ananta Tour
Dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer, menulis tidak hanya menjadi sarana untuk mencapai popularitas atau kesuksesan pribadi semata, melainkan juga dapat menjadi sarana untuk berkontribusi pada masyarakat. Dalam karya-karyanya, ia seringkali menyoroti isu-isu sosial dan politik yang penting dan kontroversial di masyarakat, seperti ketidakadilan, kemiskinan, dan penindasan.
Pramoedya Ananta Toer juga memandang bahwa menulis merupakan sarana untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan di masyarakat. Dalam pandangannya, menulis adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan, serta suatu cara untuk memberikan suara kepada orang-orang yang terpinggirkan dan tidak terdengar.
Namun, Pramoedya Ananta Toer juga menyadari bahwa menulis bukanlah pekerjaan yang mudah. Menulis membutuhkan dedikasi, konsistensi, dan kerja keras yang besar. Ia menyadari bahwa menulis dapat menjadi sebuah perjalanan yang panjang dan penuh rintangan, namun ia juga percaya bahwa keabadian dapat dicapai melalui menulis.
Dalam kesimpulannya, Pramoedya Ananta Toer memandang menulis sebagai sebuah pekerjaan yang penting dan bermakna untuk keabadian. Ia memandang bahwa menulis dapat menjadi sarana untuk mengabadikan gagasan dan ide-ide seseorang, serta menjadi sarana untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan di masyarakat. Namun, ia juga menyadari bahwa menulis membutuhkan dedikasi, konsistensi, dan kerja keras yang besar.
Fenomena Buzzer dan Kadrun dari Sudut Pandang Sastrawan Indonesia
Jika mengambil kutipan yang mencerminkan pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang penulis, fenomena buzzer dan kadrun tidaklah relevan dengan nilai-nilai yang penting dalam menulis. Istilah buzzer, kadrun, cebong dan kampret merupakan istilah yang digunakan untuk penulis-penulis yang terlibat dalam computational propaganda atau propaganda komputasi.
Pramoedya mungkin melihat fenomena tersebut sebagai sebuah praktik yang tidak bermakna dan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Akibat dari praktik tersebut, lahirlah polarisasi dan perpecahan yang tak perlu di negara ini. Mulai dari isu politik, agama, hingga merambah ke kegemaran yang biasanya dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang.
Dari kutipannya, Pramoedya Ananta Toer mungkin akan lebih memandang tinggi para penulis yang menyampaikan gagasan-gagasannya secara jujur dan terbuka, tanpa harus melakukan praktik buzzer atau memanipulasi opini publik dengan cara yang tidak etis.
Selain itu, Pramoedya Ananta Toer juga dikenal sebagai seorang penulis yang kritis terhadap pemerintah dan kekuasaan. Ia mungkin melihat fenomena buzzer dan kadrun sebagai alat untuk mendukung kebijakan pemerintah atau kekuatan tertentu, yang tentunya bertentangan dengan pandangan kritis dan independen yang dijunjungnya.
Dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah sebuah perjuangan untuk kebenaran dan keadilan, serta sarana untuk memberikan suara pada orang-orang yang terpinggirkan dan tidak terdengar. Oleh karena itu, ia mungkin akan mengecam praktik buzzer dan kadrun yang dapat merugikan kebenaran dan keadilan tersebut.
Lahirnya Fenomena: Berkurangnya Ruang Penulis dan Sastra di Indonesia
Berkurangnya ruang bagi penulis dalam menciptakan karya-karya orisinal dan berkualitas dapat memunculkan fenomena buzzer dan kadrun dalam dunia literasi. Buzzer dan kadrun merupakan praktik-praktik yang kurang etis dan dapat merugikan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.
Hal ini dapat terjadi karena adanya tekanan untuk menghasilkan karya-karya yang cepat dan mudah diterima oleh publik, sehingga penulis merasa terpaksa untuk melakukan praktik buzzer atau kadrun untuk meningkatkan popularitasnya.
Penulis yang terjebak dalam praktik buzzer atau kadrun juga dapat kehilangan kredibilitas dan otoritas dalam karya-karyanya, karena tindakan mereka dianggap tidak jujur dan kurang etis. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak citra dan reputasi penulis tersebut.
Indikasi Berkurangnya Ruang Penulis dan Sastra di Indonesia
Adanya indikasi dan data-data yang menunjukkan bahwa ruang bagi penulis untuk menciptakan karya-karya orisinal dan berkualitas semakin terbatas, dapat dijadikan sebagai bukti bahwa ruang tersebut memang sedang hilang. Berikut beberapa indikasi dan data-data yang dapat dijadikan bukti:
Dominasi konten-konten populer: Saat ini, konten-konten populer seperti video, gambar, dan cerita pendek, mendominasi media sosial dan platform-platform digital lainnya. Konten-konten tersebut lebih mudah dikonsumsi dan lebih menarik perhatian pengguna dibandingkan dengan karya-karya tulis yang lebih panjang dan membutuhkan waktu untuk dibaca.
- Dominasi Medsos: Medsos dan teknologi digital lainnya mendominasi gaya hidup masyarakat Indonesia. Banyak dari masyarakat memilih untuk menghabiskan waktu dengan mengakses konten-konten populer seperti video, gambar, dan cerita pendek di medsos. Karya tulis seperti novel, cerpen, atau esai cenderung terpinggirkan.
- Dilansir dari situs Kominfo, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Hilangnya minat membaca: Banyak orang yang semakin kehilangan minat membaca buku atau karya-karya tulis lainnya. Padahal, membaca merupakan salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kualitas tulisan dan mendapatkan ide-ide baru.
- Minat Membaca Menurun: Menurut informasi dari situs Kominfo, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!
- Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Beberapa indikasi lain yang bisa kamu cari sendiri adalah;
- Penurunan kualitas tulisan: Banyak karya tulis yang diterbitkan saat ini cenderung memiliki kualitas yang rendah, karena penulis lebih fokus pada popularitas daripada pada kualitas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan yang hanya mengandalkan headline menarik dan berita palsu untuk menarik perhatian pembaca.
- Penurunan kualitas penerbitan: Ada penurunan kualitas penerbitan buku-buku baru, seperti penyuntingan yang minim, pengejaan yang buruk, dan masalah lainnya. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan penerbitan lebih memperhatikan faktor-faktor lain, seperti popularitas penulis atau daya jual buku, daripada kualitas isi buku itu sendiri.
- Kurangnya akses ke pendanaan: Untuk membuat karya tulis yang berkualitas, seringkali dibutuhkan biaya untuk riset, penelitian, dan pengeditan. Namun, akses ke pendanaan semakin sulit untuk didapatkan, sehingga penulis terbatas dalam menciptakan karya-karya yang berkualitas.
Dengan adanya indikasi dan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang bagi penulis memang sedang terkikis, dan penulis harus berusaha untuk tetap memperjuangkan kejujuran, integritas, dan independensi dalam menciptakan karya-karya literasi.
Apa yang bisa kita lakukan?
Siapa dirugikan dari semua hal yang telah ditulis di sini? Siapa yang diuntungkan dari fenomena ini? Bagaimana kita bisa mengatasinya di hari depan?
Yak, saya serahkan jawaban dari semua pertanyaan ini ke kolom diskusi yang telah disediakan di bawah. Silahkan berbagi pendapat dan utarakan pandanganmu lewat kolom komentar.