Review Film "Jakarta VS Everybody" (2021): Cerminan Kehidupan Jakarta


Sejak trailernya rilis, Jakarta vs Everybody merupakan film yang cukup dinanti-nanti. Tidak hanya aktor-aktornya yang cukup menarik, premis yang ditampilkan cukup memancing rasa ingin tahu lebih bagaimana keseluruhan film berlangsung. Tapi apakah trailer dan aktor-aktor tersebut bisa memenuhi ekspektasinya? Mari kita simak bersama-sama.

Jakarta vs Everybody, film yang disutradarai oleh Ertanto Robby Soediskam ini menceritakan tentang kisah seorang anak rantau bernama Dom (diperankan oleh Jefri Nichol) yang memiliki impian menjadi seorang aktor di ibukota. Namun tantangan hidup di ibukota membuatnya terjerumus ke sisi gelap Jakarta dengan ia berpaling dari mimpinya dengan menjadi kurir narkoba demi bertahan hidup.

Situasi Dom ini tentu saja bukanlah pilihan, melainkan kenyataan pahit yang ia harus hadapi bahwa ia tidak bisa bertahan hidup hanya dengan mengejar mimpinya. Dom harus membuat keputusan sulit bahwa ia harus mencari uang dengan cara apapun. Dan melalui pertemuannya dengan seorang DJ bernama Pinkan (diperankan oleh Wulan Guritno) dan pasangannya Radit (diperankan oleh Ganindra Bimo), Dom dengan putus asa menawarkan bantuan dengan syarat ia perlu dibayar, entah dengan uang yang menurutnya cukup atau tempat tinggal. Mereka berujung dengan kesepakatan untuk menunjukan tempat tinggal dengan biaya yang murah.

Tidak lama setelah Dom mendapatkan tempat tinggal, ia pun harus mencari cara untuk membayar sewa yang sebagaimana situasinya saat itu Dom tidak bisa membayarnya. Setelah mengetahui Radit adalah seorang bandar narkoba, ia tidak ragu-ragu untuk menawarkan diri untuk bekerja sebagai kurir narkoba dibawah Radit. Semua pengetahuan dan pengalaman seadanya yang diketahui Dom tentang akting akhirnya digunakan sebagai pekerjaannya sebagai kurir narkoba dengan menyamar menjadi pramusaji hotel, kurir pizza, pelamar kerja, dan juga sebagai waria (yang merupakan sebuah anggukan hormat untuk film Lovely Man).


Film Jakarta vs Everybody ini bisa dibilang cukup berani untuk sebuah film di Indonesia. Dari adegan seks yang cukup vulgar, sampai penggambaran jelas penggunaan narkoba, sangat jarang dan bahkan sudah tidak ada film Indonesia yang berani menampilkan adegan-adegan tersebut. Akan tetapi, pusat perhatian dari film ini tampaknya bukanlah itu, melainkan film ini ingin menyampaikan bagaimana kerasnya hidup di ibukota Jakarta. Impian yang kamu kejar akan terhalang dengan realita bahwa tidak selamanya mimpi bisa menjadi kenyataan. Begitupula yang disampaikan oleh karakter Radit saat Dom bertanya apakah ia memiliki mimpi atau tidak:
“Hidup itu bukan tentang mimpi, tapi tentang perjalanan ke satu titik”
“Jadi lo hadapin aja yang di depan mata lo”
Walaupun begitu, Dom enggan mengikuti sudut pandang Radit dan masih berpegang teguh untuk menggapai mimpinya, sebagaimana diperkuat juga oleh kata-kata dari kekasih baru Dom bernama Khansa (diperankan oleh Dea Panendra). Khansa berkata kepada Dom; 
“Hidup itu cuma satu detik dari kematian, jadi jangan lo sesalin”
“Jarang tau ada orang yang sadar kalau penyesalan itu bisa membunuh hidupnya”
Kata-kata itulah yang membuat Dom untuk tidak menyesal dengan mimpinya sebagai aktor, dan akhirnya ketika kesempatan untuk menjadi aktor itu muncul lagi di hadapan Dom, ia masih percaya bahwa mimpinya sebagai aktor masih bisa tercapai dan ingin mencobanya lagi.

Penggambaran tentang kerasnya hidup di Jakarta di film ini bisa terbilang tepat sasaran. Dari penggambaran bagaimana sisi gelap kota Jakarta direpresentasikan dengan realitas yang pahit dari sebuah industri, ditambah dengan pengambilan gambar dengan camera shake (getaran kamera) di sepanjang film, dapat membuat keseluruhan film ini terasa kasar dan suram.

Namun, dalam penceritaannya, adapun beberapa bagian yang mengganjal yang membuat film ini terasa kurang “sempurna.” Seperti pada awal adegan, ketika Dom ditoyor kepalanya ke setir mobil oleh salah satu kru film/iklan. Kita tidak diberikan konteks atau dialog lebih kenapa Dom diberlakukan seperti itu, hanya diberi tahu bahwa ia hanyalah seorang ekstra dengan biaya yang rendah. Apakah perilaku Dom yang tidak baik terhadap kru tersebut? Atau apakah Dom tidak melakukan pekerjaannya dengan baik? Adegan krusial di awal ini seharusnya menggambarkan betapa sulitnya bekerja di industri hiburan ataupun bekerja di Jakarta, tetapi penonton justru menjadi bertanya-tanya sepanjang film tentang apa yang membuat Dom perpaling dari mimpinya.

Untungnya, adegan setelah itu cukup bisa menjawab tentang mengapa Dom berhenti. Pada pertemuannya dengan Om Roy (diperankan oleh Paul Agusta) untuk casting, Dom diminta untuk mengambil foto seluruh tubuhnya. Awalnya Dom hanya diminta untuk foto biasa, tidak lama setelah itu, ia diminta untuk membuka bajunya dan bahkan sampai diminta untuk foto telanjang yang ia percaya bahwa tujuan foto itu tidak sekedar untuk keperluan klien Om Roy, melainkan untuk “keperluan pribadi” Om Roy. Disitulah Dom akhirnya sudah muak dengan industri hiburan di awal film.

Selain adegan pertamanya, kesan pertama yang membuat penonton menjadi terasa ada yang kurang adalah dari judul filmnya ketika sudah menontonnya sampai selesai. Sepertinya makna dari judul “Jakarta vs Everybody” terkesan kurang tersampaikan. Mengapa begitu?

Jika penonton memahami makna dibalik istilah “vs Everybody,” pastinya akan mencari sisi terang dari film ini. Ini dikarenakan filosofi dibalik istilah tersebut mempunyai makna yang cukup dalam. Berawal dari naiknya popularitas istilah “Detroit vs Everybody,” slogan ini menyampaikan pesan rasa kebanggaan dan ketangguhan Detroit, sebuah kota dengan banyak tantangan dan kesulitan. Slogan dari Detroit vs Everybody ini menjadi cara untuk mengekspresikan solidaritas dan ketegasan orang-orang Detroit melawan citra dan persepsi negatif terhadap kota asalnya, serta merayakan budaya dan pencapaiannya. 



Begitu pun dengan lagu yang diciptakan oleh Eminem dengan judul yang sama. Lagu ini merupakan sebuah penghormatan untuk Detroit dan skena rapnya. Dalam lagunya, setiap rapper menceritakan kisah mereka tentang bagaimana mereka mengatasi rintangan dan perjuangan di kampung halaman mereka dan berhasil melalui industri musik, sambil tetap menunjukkan rasa cinta dan rasa hormat kepada kota asalnya. Dan tidak hanya Eminem, Ras Muhamad pun juga merilis lagu dengan judul Indonesia vs Everybody, dimana lagu tersebut menyampaikan pesan bahwa Indonesia bisa bersaing dengan adanya solidaritas yang kuat. Alhasil, penonton akan merasa ada elemen yang kurang dari film Jakarta vs Everybody. Istilah Jakarta vs Everybody pun seharusnya memiliki makna sama, yang semestinya di tunjukkan juga dalam film ini. Karena, penggunaan slogan ini pun juga memiliki arti yang sama. 




Sebagai informasi tambahan mengenai istilah Jakarta vs Everybody. Istilah Jakarta vs Everybody pertama kali muncul di Indonesia ketika merek pakaian Urbain merilis pakaian dengan tulisan dan gaya penulisan yang serupa dengan merek Detroit vs Everybody. Dari pertama kali rilisnya, terdapat cukup banyak komentar dan laporan mengenai penggunaannya. Dengan Urbain telah mendapatkan hak ciptanya untuk penggunaan Jakarta vs Everybody dan Indonesia vs Everybody, merek pakaian lain di Indonesia ingin menggunakan slogan “vs Everybody” juga untuk kota asal merek pakain lain tersebut. Urbain menyatakan bahwa untuk kota lain mereka terbuka untuk melakukan kerja sama. Akan tetapi, untuk kota seperti Solo, yang sebagaimana terkenal dengan kota yang tenang, akan tidak cocok untuk menggunakan “vs Everybody” karena makna dibalik istilah tersebut.



Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.