Review Film Portrait of a Lady on Fire - MUBI dan Netflix



A Portrait of A Lady on Fire (2019) atau dalam judul asli Portrait de la jeune fille en feu, merupakan film yang ditulis dan disutradarai oleh Céline Sciamma, dibintangi oleh Noémie Merlant sebagai Marianne (pelukis) and Adèle Haenel sebagai Heloise (muse).

Sinopsis film “Portrait of a Lady on Fire” (2019)

Film ini berlatar pada tahun 1860-an di Perancis, masa ketika masih banyak opresi yang dialami perempuan. Kisahnya berpusat pada dua tokoh utama, Marianne, seorang pelukis, dan Heloise, anak konglomerat yang akan dijodohkan dengan konglomerat lain.

Film ini merupakan kilas balik antara masa lalu, masa sekarang, dan masa depan, menurut sudut pandang Marianne sebagai pelukis. Marianne mendapat pesanan lukisan dari orang tua Heloise untuk melukis anaknya yang akan dinikahkan dengan seorang konglomerat dari negeri seberang. 

Tetapi, di bagian awal, orang tua Heloise, menyampaikan pada Marianne bahwa obyek lukisannya akan sulit. Heloise selalu menolak untuk dilukis, sebab dia pun menolak untuk dinikahkan atau dijodohkan oleh orang tuanya. Sehingga, Marianne harus berpura-pura menjadi semacam asisten pribadi bagi Heloise, dan diam-diam melukis di kamarnya.

Ulasan: Cara Mengajak Penonton Melihat sebuah Film

Kekuatan terbesar dari film ini, selain sinematografi yang cantik seperti melihat lukisan yang bergerak, juga terletak pada visual dan dialog yang penuh makna serta esensi.

Penonton tidak akan bisa mengerti kisah yang terjadi antara Marianne dan Heloise tanpa melihat dan benar-benar memperhatikan cara mereka saling menatap dan mengenali lewat sebuah “gaze”.

Jikalau sebelumnya, obyek lukisan hanya dilihat sebatas “obyek” dan tidak lebih, maka film ini menawarkan cerita yang lebih dalam dari itu. Hubungan antar pelukis dan muse hampir sama dengan hubungan cinta antara sepasang kekasih. Melalui cinta Marianne dan Heloise, kita bisa belajar cara benar-benar menatap seseorang, mengenal siapa mereka dari gestur-gestur kecil, tingkah laku, hingga kebiasaannya, dan akhirnya, jatuh cinta.

Pengorbanan yang dirasakan oleh kedua tokoh dalam cerita ini, agaknya membuat kita mengapresiasi makna dari sebuah lukisan dan tatapan obyek dalam lukisan tersebut pada kita the spectator.

Pada akhirnya, film ini bukan kisah yang dangkal, tetapi penuh akan makna dan substansi yang layak untuk dikupas, dibicarakan dan dibahas.

Jadi, apakah film ini layak ditonton?



Kenny Putra

A writer in training. Loves cycling, fiction, and tabletop game.

Kamu bisa beri komentar sebagai Anonim, NAMA dan URL Medsos, atau akun Google. Tidak ada moderasi komentar di situs kami. Isi komentar pengguna di luar tanggunjawab Moonhill Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama
Pengunjung situs blog ini diangap telah membaca dan setuju dengan disclaimer konten kami.