Sering banget jadi pertanyaanku dan banyak orang non-lulusan desain dan seni lainnya, apakah aku harus masuk jurusan desain dan sekolah seni agar dianggap serius sebagai desainer dan seniman?
Pertanyaan itu masuk akal karena sering kali agensi dan perusahaan menyertakan syarat dan ketentuan melamar pekerjaan sebagai desainer adalah “lulusan dari jurusan desain atau setara” dan sejenisnya.
Menjadi masuk akal ketika non-lulusan desain dan seni untuk bertanya, apakah aku harus banget masuk sekolah desain dan kesenian kalau mau kerja di agensi dan perushaan?
Sebenarnya, kita perlu memahami kenapa agensi dan perusahaan menyertakan persyaratan tersebut. Soalnya, saya pun pernah buka lowongan desainer untuk ngerjain proyek besar, dan walau pun portfolionya bagus-bagus, ternyata hasil kerjanya zonk.
Jadi, menyertakan syarat jurusan adalah cara paling aman, karena agensi dan perusahaan pun tidak mau kecolongan. Jika kamu ada di posisi agensi dan perusahaan, gimana menurut kalian? Apakah kamu juga akan menentukan persyaratan tertentu?
Tetapi, tidak menutup kemungkinan, kalau ada cukup banyak orang kreatif yang belajar secara otodidak bisa sukses dan lebih bagus karya-karyanya daripada lulusan desain dan seni––atau mungkin setara. Mungkin kamu kenal orang yang seperti itu, atau mungkin kamulah orangnya?
Maka, jawaban dari pertanyaan ini penerapannya bisa berbeda-beda tiap orang. Tergantung dari situasi dan kondisi dari masing-masing orang yang bertanya. Tapi, saya termasuk orang yang akan tetap mengatakan bahwa pendidikan itu penting.
Pendidikan yang dimaksud tidak hanya di sekolah atau universitas tetapi juga di luar institusi perguruan tinggi. Misalnya, melalui membaca buku, aktif terlibat dalam komunitas dan menjalin relasi dengan desainer dan seniman lain. Dengan demikian seseorang akan selalu informed seputar informasi terbaru dari industri dan bisa berbagi ilmu.
Pengalaman dan relasi di dalam industri, bisa sangat berguna jika seseorang ingin menjalani profesi ini secara serius. Tentu saja, tidak selalu mudah menemukan desainer dan seniman yang tidak sombong dan mau berbagi di Indonesia. Banyak desainer yang sebenarnya tidak tahu apa yang mereka lakukan, akhirnya insecure dan untuk menutupinya merendahkan serta meremehkan orang lain––namanya juga manusia.
Kalau mau serius mencari nafkah di bidang ini, memang jalan paling aman––minim resiko––saya menyarankan untuk masuk ke jurusan desain dan seni sekalian. Kamu juga bisa mengambil kursus di institusi khusus di bidang desain dan seni di Indonesia yang punya sertifikat setara pendidikan Diploma. Saya kenal dekat dengan mereka yang menempuh jalur tersebut, dan mereka bisa menghidupi dirinya dengan cukup baik sejauh ini.
Dengan masuk ke dalam jurusan desain dan seni, kita mendapatkan referensi belajar yang relevan, relasi melalui guru dan teman kampus, lalu ada kegiatan yang bisa digunakan untuk membangun portfolio.
Selain itu, penting juga untuk diingat, jangan dengerin bule-bule di youtube yang bilang, “sekolah seni gak” penting karena konteks mereka beda dengan konteks kita di Indonesia.
Contoh aja ya, di Indonesia seberapa sering sih kamu melihat ada buku-buku tentang teori desain atau tentang seni? Jarang kan? Kalau pun ada yang mengajarkan ilmu desain gratis, yang kebanyakan digunakan untuk memulai malah tutorial Adobe Illustrator. Jadi, jangan ditelan mentah-mentah omongan orang yang tidak tinggal di negara yang sama dengan konteks dan latar belakang yang berbeda sekali.
Lihatlah secara realistis di negara kita sendiri, apakah ilmu untuk membekali kita masuk industri kreatif itu udah banyak dan berkualitas atau belum? Nyatanya, sejauh ini saya perhatikan, belum ada ya. Kalau pun ada ya tidak dalam Bahasa Indonesia.
Banyak pun dalam bahasa asing. Masalahnya, berapa banyak orang Indonesia yang mampu berbahasa Inggris atau mampu membaca dan mencerna informasi dengan baik? Berapa banyak orang “kreatif” yang suka membaca atau suka belajar? Tidak banyak.
Lagipula ya… pada akhir hari, saat kita mencari klien atau melamar di perusahaan, mereka akan selalu memilih pilihan yang minim resiko. Namanya juga bisnis, so it’s nothing personal. Jadi buatlah dirimu bernilai dengan investasi dari leher ke atas, dan perkecil resiko dengan pengalaman dan relasi, atau sertifikasi yang relevan.
Tentu saja, ini adalah opini pribadi dari saya. Apabila kamu punya pendapat lain, silahkan sampaikan juga di kolom komentar, agar yang lain bisa menemukannya.